DEMAK - Potret kemiskinan di negeri ini seolah tak ada habisnya. Sebuah keluarga yang terdiri dari lima orang di Demak, Jawa Tengah, harus tinggal dalam pondok yang hampir runtuh menyembah bumi
Bahkan kerana tidak memiliki wang seorang bayi berusia kurang dari sebulan hanya minum air bekas memasak beras untuk mengganti susu.
Air bekas memasak beras ini diberi campuran gula dan garam kemudian diminumkan kepada Nadia Fabriola, bayi yang berusia 21 hari. Ibu sang bayi, Heri Puryatiningsih dan neneknya Muniroh, dengan telaten menyuapi Nadia sejak lahir. Air susu Heri tak juga keluar, sementara untuk membeli susu formula, mereka tidak memiliki wang.
Jangankan membeli susu, untuk makan sehari-hari saja, keluarga yang tinggal di Kampung Tanubayan, RT 07/09, Kelurahan Bintoro, ini kesulitan. Di pondok yang terbuat dari anyaman bambu berukuran 3×4 meter itulah, janda miskin itu hidup bersama anaknya, Heri dan tiga cucunya.
Selain berfungsi sebagai tempat tidur, ruangan itu juga untuk memasak sekaligus makan. Tak hanya itu, sejumlah barang teronggok di pojok pondok berlantai tanah ini.
Sementara untuk tidur, mereka berbaring di atas tumpukan batu bata yang dijajar lalu ditutup alas tikar lusuh. Satu-satunya tiang penyangga di dalam pondok juga telah lapuk hingga nyaris roboh.
Untuk mandi dan mencuci, mereka harus pergi ke sungai yang tak jauh dari tempat mereka.
Muniroh mengaku hanya bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan tak lebih dari Rp15 ribu per hari. Itu pun tidak setiap hari ada orang yang memanfaatkan jasanya.
Jumlah itu tidak cukup menutupi seluruh keperluan anak cucunya. Apalagi semenjak melahirkan, Heri tidak boleh lagi membantu mencari nafkah.
”Suaminya (Heri), Sukeri, kabur waktu isterinya hamil 2 bulan,” ujar Muniroh.
Muniroh menambahkan, mahalnya biaya hidup juga memaksanya untuk bertahan dalam gelap kerana tidak mampu berlangganan listrik PLN. Satu-satunya cahaya sebagai penerang gpondoknya adalah lampu templok usang di dinding bambu.
Meski hidup serba kekurangan, Muniroh tidak ingin mengemis meminta belas kasihan orang. Baginya bertahan hidup dengan penghasilan seadanya, lebih disyukuri daripada memohon belas kasih orang.
Sumber : http://www.okezone.com/
Bahkan kerana tidak memiliki wang seorang bayi berusia kurang dari sebulan hanya minum air bekas memasak beras untuk mengganti susu.
Air bekas memasak beras ini diberi campuran gula dan garam kemudian diminumkan kepada Nadia Fabriola, bayi yang berusia 21 hari. Ibu sang bayi, Heri Puryatiningsih dan neneknya Muniroh, dengan telaten menyuapi Nadia sejak lahir. Air susu Heri tak juga keluar, sementara untuk membeli susu formula, mereka tidak memiliki wang.
Jangankan membeli susu, untuk makan sehari-hari saja, keluarga yang tinggal di Kampung Tanubayan, RT 07/09, Kelurahan Bintoro, ini kesulitan. Di pondok yang terbuat dari anyaman bambu berukuran 3×4 meter itulah, janda miskin itu hidup bersama anaknya, Heri dan tiga cucunya.
Selain berfungsi sebagai tempat tidur, ruangan itu juga untuk memasak sekaligus makan. Tak hanya itu, sejumlah barang teronggok di pojok pondok berlantai tanah ini.
Sementara untuk tidur, mereka berbaring di atas tumpukan batu bata yang dijajar lalu ditutup alas tikar lusuh. Satu-satunya tiang penyangga di dalam pondok juga telah lapuk hingga nyaris roboh.
Untuk mandi dan mencuci, mereka harus pergi ke sungai yang tak jauh dari tempat mereka.
Muniroh mengaku hanya bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan tak lebih dari Rp15 ribu per hari. Itu pun tidak setiap hari ada orang yang memanfaatkan jasanya.
Jumlah itu tidak cukup menutupi seluruh keperluan anak cucunya. Apalagi semenjak melahirkan, Heri tidak boleh lagi membantu mencari nafkah.
”Suaminya (Heri), Sukeri, kabur waktu isterinya hamil 2 bulan,” ujar Muniroh.
Muniroh menambahkan, mahalnya biaya hidup juga memaksanya untuk bertahan dalam gelap kerana tidak mampu berlangganan listrik PLN. Satu-satunya cahaya sebagai penerang gpondoknya adalah lampu templok usang di dinding bambu.
Meski hidup serba kekurangan, Muniroh tidak ingin mengemis meminta belas kasihan orang. Baginya bertahan hidup dengan penghasilan seadanya, lebih disyukuri daripada memohon belas kasih orang.
Sumber : http://www.okezone.com/
Tiada ulasan:
Catat Ulasan